SELAMAT DATANG DI BLOG ANAK BUTTA PANRITA LOPI

Senin, 09 April 2012

Posted on April 20, 2008 by abbas85
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penidikan pada hakekatnya merupakan tasli untuk mengantarkan peserta didik menuju pada kesadaran sosial yang lebih tinggi dari sebelum ia mengenyam pendidikan. Namun, kadang dalam perjalanannya pendidikan kerap malah memisahkan pesrta didik dari kehidupan sosialnya. Hal ini terjadi karena pendidikan yang diberikan bukan lagi berbasis akan realitas masyarakat. Akan tetapi lebih berorientasi apada pemenuhan kebutuhan pasar. Sehingga peserta didiak setelah selesai mendapatkan pendidiakn bukan peka akan realitas sosial malah hilang dari realitas sosial.
Melihat realitas tersebut perlu kiranya merubah akan orientasi dari pendidikan tersebut. Agar pendidikan dapat memainkan perananya sebagai motor penggerak mobilitas sosial. Sebaba, pendidikan sebagai pembentuk intelektual peserta didiknya merupakan faktor yang sangat penting dalam peruabahan yang terjadi di masyarakat. Bahkan boleh dikatakan, perubahan dalam masyarakat tergantung akan pendidikan apa yang diterima oleh peserta didiknya. Sebagai contoh, apabila pendidikam mengajrakna bahwa komunis, kapitalisme, dan anakirme tidak baik. Maka pesetrta didik tidak akan melakukan hal tersebut. Misalnya juga, bahwa untuk dapat mendekatkan diri kepada Tuhan harus dengan peka terhadap realitas sosial maka peserta didik yang dihasilkan akan selalu melakukan analisa sosial.
Mobilitas sebagai salah satu indikator vahwa masyarakat kita mengalami kamjuan atau tidak cukup pantas kiranya dijadikan sebuah orientasi dari pendidikan. Sebab, tanpa adabya Mobilitas sosial masyarakat tidak mungkjin untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan.
Dari gambaran di atas maka dalam makalah ini saya akanmencoba membahas sedikit perubahan orientasi pendidikan, Mobilitas sosial dan peranan pendidikan dalam upaya melakukan Mobilitas sosial.
B. Pokok Bahasan
1. Bagaimana Strategi Pembaharuan Pendidikan Islam Demi tercapainya Mobilitas Sosial?
2. Bagaimana terjdinya Mobilitas Sosial?
3. Apa Peranan Pendidikan Dalam Mewujudkan Mobilitas Sosial?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Strategi Pembaharuan Pendidikan Islam Demi tercapainya Mobilitas Sosial
Strategi pembaharuan pendidikan merupakan perspektif baru dalam dunia pendidikan yang mulai dirintis sebagai alternatif untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang belum diatasi secara tuntas. Jadi pembaharuanm pendidikan dilakukan untuk memecahkan masalah-masalah yang ada dalam dunia pendidikan dan menyongsong arah perkembangan dunia pendidikan yang lebih memberikan harapan kemajuan ke depan.
Dalam proses perubahan pendidikan paling tidak memiliki dua peran yang harus diperhatikan, yaitu: 1) Pendidikan akan berpengaruh terhadap perubahan masyarakat, dan 2) Pendidikan harus memberikan sumbangan optimal terhadap proses trnasformasi menuju terwujudnya masyakat madani. Proses perubahan sistem pendidikan harus dilakukan secara terencana dengan langkah-langkah yang strategis, yaitu “mengidentifikasi berbagai problem yang menghambat terlaksansya pendidikan dan merumuskan langkah-langkah pembaharuan yang lebih bersifat strategis dan praktis sehingga dapat diimplementasikan dilapangan” langkah-langkah tersebut harus dilakukan secara terencana, sistemnatis, dan menyentuh semua aspek, mengantisipasi perubahan yang terjadi, mampu merekayasa terbentuknya sumber daya manusia yang cerdas, yang memiliki kemampuan inovatif dan mampu meningkatkan kualitas manusia. Oleh karen aitu, pendidikan betul-betul akan berpengaruh terhadap perubahan kehidupan masyarakat dan dapat memberikan sumbangan optimasl terhadap proses transformasi ilmu pengetahuan dan pelatihan dan dapat diimplementasikan dalam kehidupan manuisa.
B. Mobilitas Sosial
Mobilitas sosial adalah sebuah menggerakkan masyarakat dalam kegiatan dan mengalamai perubahan yang lebih baik. Mobilitas sosial ada yang terjadi secara vertikal dan ada yang horisontas. Mobilitas secara vertikal terjadi apabila seorang mengalamai kemajuan dan peningkatan dalam taraf sosialnya. Contohnya: seorang buruh pabrik yang giat bekerja, karena ia dipandang ulet dan rajin oleh atasannya lalu diangkat menjadi kepala bagian. Sedangkan mobilitas sosial horisontal adalah apabila perubahan yang terjadi secara linier. Contohnya: seorang petani yang berubah pekerjaanya menjadi buruh pabrik. Dalam melakukan mobilitas sosial ada beberapa faktor yang menjadi penghambat dianataranya: kesenjangan ekonomi, kebodohan, perbedaan kasta, kemalasan. Faktor yang paling menghambat dalam mobilitas sosial adalah kebodohan atau kurangnya pendidikan. Seperti faktor penghambat, faktor yang mempengaruhi mobilitas sosial pun cukup banyak. Diantaranya: keinginan untuk berubah, bosan dengan keadaan yang sudah ada, dan pendidikan.
Disinilah pendidikan memainkan peranannya untuk membentuk intelektual manusia, sehingga kemampuan intelektual ini menjadi lokomotif mobilitas sosial, ekonomis. Sebab, dalam kehidupan nyata, kekuatan intelektual ini tentu saja tidak dapat dipisahkan dari kekuatan sosial. Akibat dari faktor keterpelajaran, keterdidikan atau intelektualitas ini, citra pendidikan dalam masyarakat kita selalu berada pada lingkaran persoalan konseptual berupa: (1) perbenturan modern dan tradisional, (2) masalah Barat dan Timur, (3) ketegangan antara kaya dan miskin, dan (4) ketegangan dan upaya memperoleh ruang publik dan otonomi.
Gambaran teori Marxis nampaknya dapat dijadikan bahan refleksi untuk melakukan perubahan. Meskipun teori ini lahir dari dunia barat. Namun, pola perubahan yang dilakukan cukup baik. Teori Marxisme mengajarkan kita untuk mampu melakukan perubahan agar terbentuknya masyarakat yang tanpa kelas. Dalam artian semuanya sama dalam kelas masyarakat. Tidak ada lagi kelas borjuis dan kelas proletar. Kesenjangan ekonomi yang ada dijadikan sebagai alat untuk malakukan mobilitas sosial. Masyarakat diajak untuk melakukan perubahan agar dapat sejajar dengan golongan kelas lain. Dan kelas yang borjuis dipaksa unrtuk mau berbagi dengan kelas proletar. Contoh mobilitas sosial yang paling sukses di dunia ini adalah apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW, dimana Rasul mampu untuk mengubah tatanan masyarakat yang jahiliah menjadi masyarakat yang sangat beradab. Dan jalan yang ditempuh untuk merubah tatanan masyarakat pada waktu itu adalah melalui pendidkan.
C. Peranan Pendidikan Dalam Mewujudkan Mobilitas Sosial
Pendidikan dalam kaitannya dengan mobilitas sosial harus mampu untuk mengubah mainstrem pesrta didik akan realitas sosialnya. Pendidikan yang tepat untuk mengubah paradigma ini adalah pendidikan kritis yang pernah digulirkan oleh Paulo Freire. Sebab, pendidikan kritis mengajarkan kita selalu memperhatikan kepada kelas-kelas yan g terdapat di dalam masyakarakat danberupaya memberi kesempatan yang sama bagi kelas-kelas sosial tersebut untuk memperoleh pendidikan. Disini fungsi pendidikan bukan lagi hanya sekedar usaha sadar yang berkelanjutan. Akan tetapi sudah merupakan sebuah alat untuk melakukan peruabahan dalam masyarakat. Pendidikan harus bisa memberikan pemahaman kepada peserta didik tentang realitas sosial, analisa sosial dan cara melakukan mobilitas sosial.
Orang bisa mendebat balik, dengan pendidikan seseorang bisa mengalami mobilitas sosial. Mereka tak harus terus menjadi petani dan orang miskin jika bisa mengenyam pendidikan. Itulah masalahnya. Di banyak negara berkembang lain mobilitas sosial tidak selalu dimungkinkan. Di India kasta adalah salah satu hambatan mobilitas sosial, selain banyak hambatan lain. Di negara seperti Indonesia, korupsi yang sudah mengakar hingga ke tingkat penerimaan pegawai bisa jadi alasan lain mengapa mobilitas sosial relatif sulit terjadi.
Cengkeraman kapitalisme nampaknya begitu kental dalam dunia pendidikan di Indonesia. Didorong oleh misi untuk meningkatkan akumulasi kapital sebesar-besarnya, lembaga pendidikan akan lebih banyak menerima pelajar-pelajar gedongan meski memiliki IQ pas-pasan. Pelajar yang berprestasi tetapi miskin, tidak dapat sekolah atau melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Mobilitas sosial vertikal hanya akan menjadi milik orang kaya yang mampu sekolah tinggi, meskipun secara intelektual diragukan.
Berbarengan dengan meningkatnya gejala privatisasi pendidikan dan aspirasi atas pendidikan yang berkualitas memang juga terjadi peningkatan kecenderungan dalam masyarakat untuk mendirikan pendidikan yang mahal tetapi menjanjikan mutu: Buktinya sekolah/madrasah -baik swasta maupun negeri semakin meningkat jumlahnya dalam kurun hampir dua dasawarsa terakhir.
Jelas, hanya terdapat segelintir kalangan masyarakat biasa disebut sebagai “kelas menengah” – yang mampu membeli pendidikan yang mahal tersebut. Tetapi lembaga lembaga pendidikan yang mahal itu sudah telanjur eksis di mana-mana. dan tersebar dimana-mana dan kalangan publik yang inisk. sekalipun beranak anak mereka ke sana. Dan ini jelas dan perlu dihargai dan didukung.
Disinilah terletak dilema klasik. Pendidikan merupakan akses yang sangat penting – jika tidak satu satunya – untuk mencapai mobilitas sosial; tetapi kaum miskin tidak dapat menjangkau akses tersebut, karena mahalnya biaya. Akhirnyal terciptalah vicious circle (lingkaran setan); kerniskinan menciptakan keterbelakangan pendidikan, dan sosial ekonomi, dan keterbelakangan terakhir ini menghasilkan keterbelakangan pendidikan.
Dalam konteks terakhir inilah kebutuhan pada filantrofi (kedermawanan) secara khusus untuk pendidikan terasa semakin dibutuhkan dan mendesak. Jika tidak, sekolah/madrasah yang berkualitas hanya bisa dimasuki anak anak dari keluarga kaya. Padahal, kita juga tahu, terdapat cukup banyak anak dari kalangan miskin yang cerdas, borbakat, rajin, mau bekerja keras dan dengan demikian, cukup menjanjikan.
Memang tradisi filantropi untuk pendidikan bukanlah sesuatu hal baru di Indonesia. Kita tahu sangat banyak lembaga pendidikan, seperti madrasah/sekolah, pesantren, dan perguruan tinggi yang didirikan dan dikembangkan dengan dana filantropi. Agaknya, hampir bisa dipastikan, lembaga lembaga pendidikan yang dibangun dengan dana filantropi swasta dan masyarakat jauh lebih banyak, dibandingkan dana pemerintah.
BAB III
PENUTUP
Orientasi pendidkan sangat perlu dilakukan agar pendidikan selalu peka akan realitas sossial yang ada. Perubahan orientasi bukan lagi hanya pada wilayah materi. Akan tetapi harus sudah dapat menyentuh pada wilayah orientasi di masyatakat Pendidikan bukan
Jelasnya terlihat bahwa pendidikan pada hakekatnya adalah suatu jalan yang harus ditempatkan dan ditempuh untuk malakukan perubahan dalam tatanan masyakat (mobilitas sosial). Sebab, saat kita akan melakukan perubahan mau tidak harus menyadarkan masyarakat tentang kesejajaran kelas. Dan ini hanya bisa dilakukan saaat masyarakat sudah mendapatkan pendidikan yang benar.
Ada beberapa faktor yang menjadi penghambat dianataranya: kesenjangan ekonomi, kebodohan, perbedaan kasta, kemalasan Faktor yang paling menghambat dalam mobilitas sosial adalah kebodohan atau kurangnya pendidikan. Faktor yang mempengaruhi mobilitas sosial pun cukup banyak. Diantaranya: keinginan untuk berubah, bosan dengan keadaan yang sudah ada, dan pendidikan. Disinilah pendidikan menjadi faktor penentu dalam mobilitas sosial. Oleh karena itu saaat kita akan melakukan mobilitas sosial maka yang harus dibenahi adalah pendidikannya.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Dosen FIP-IKIP Malang. 1987. Pengantar Dasar-dasar Kependidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Kelompok Kerja Pengkajian dan perumusan. 1999. Rangkuman Filosofi, Kebijaksanaan dan Strategi Pendidikan Nasional, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Ritzer, George -Dougla J. Goodman. 2004. Teori Sosiologi odern. Jakarta: Kencana.
Widijanto, Tjahjono. Wajah Perempuan dalam Sastra Indonesia. www. Republika. Com,
Perdana, Ari A.. Pendidikan, pertumbuhan ekonomi, dan pemerataan. WWW. CSIS.Com
Suharto, Edi. Bahaya Sosial Privatisasi Pendidikan. http://relawan.net
Suyanto. Mobilitas Horizontal bagi Guru Bermutu. www. UNY. Co.id

Senin, 20 Februari 2012

Bulukumba akan punya bandara

2014, Bulukumba Miliki Bandara


Tidak lama lagi Pemkab Bulukumba menargetkan menyelesaikan pembangunan bandara perintis, di Desa Ara, Kecamatan Bontobahari, sebelum tahun 2014. Sekarang sudah berlangsung visibility study dengan luas areal lahan 150 hektare. Lokasi bandara tak jauh dari Pantai Pasir Putih Tanjung Bira.

ICON KOTA BULUKUMBA

Bundaran Phinisi Bulukumba


Bundaran Phinisi yang terletak di Ibukota Kabupaten Bulukumba, saat ini telah menjadi ikon

tersendiri. Tempat ini melambangkan sebagai sebagian besar daerah itu memiliki wilayah bahari

yang membentang dari arah ujung timur hingga bagian selatan berbatasan langsung dengan

Kabupaten Bantaeng.

Simbol Phinisi yang terletak di jantung kota itu melambangkan sebagian besar yang warga yang

berdiam di wilayah itu adalah pelaut dan bermata pencaharian sebagai nelayan.

Bundaran Phinisi saat ini kerap dijadikan sebagai pusat kegiatan pementasan seni pada akhir

pekan oleh sebagian seniman dari berbagai daerah.

Lokasi bundaran itu tepat berada di depan kantor Bupati Bulukumba, atau berada di ujung jalan

Jenderal Sudirman.

Tempat ini sebelumnya hanya berdiri sebuah kincir air mancur, pada masa pemerintahan A

Patabai Pabbokori yang kemudian dibaguni bundaran dan di atasnya diletakkan sebuah

bangunan perahu sebagai simbol masyarakat Bulukumba banyak bergantung pada alam

bahari.

Laskar Kelor

BULUKUMBA, TRIBUN-TIMUR.COM -- Saat ini di Bulukumba beredar lagu yang berbahasa daerah Konjo, yang adalah bahsa daerah suku Kajang, Bulukumba.

Berasal dari grup band lokal yang bernama Laskar Kelor asal Kajang, yang berada di pesisir bagian Timur Butta Panrita Lopi ini.

Lagu yang telah dirilis oleh Laskar Kelor yakni adalah Kitajangma ri Bira, ri Batu Nisanta, Kamponna Anrongku. Grup band tersebut telah merilis 11 lagu  dan telah mencukupi untuk membuat satu album.

Manajer Laskar Kelor, Andika Mappasomba telah memperkenalkan ke pihak Pemkab setempat lagu itu dan melalui jejaring situs online facebook.

Dia menyebutnya bahwa lagu Laskar Kelor, telah mempublik hingga ke Mandar Sulawesi Barat. Namun di Bulukumba sendiri belum dikenal.

" Lagu yang berbahasa Konjo asli, dikaryakan oleh anak rumpun suku Bugis Makassar Asli di Bulukumba bagian timur, belum populer di daerah ini. Padahal lagu dalam bahasa konjo baru yang pertama, di Sulsel yang selama ini hanya ada lagu berbahasa Makassar, Bugis dengan jenis tertentu," katanya, siang tadi saat mengikuti acara Bedah Kepemimpinan Bupati Bulukumba Zainuddin Hasann di Hotel Arini II.(*)

Panorama Pantai samboang


Pantai Samboang terletak di Desa Eka Tiro Kecamatan Bonto Tiro. Panorama yang indah dan lekukan bibir pantai yang landai serta terumbu karang yang tak jauh dari pantai menjadikan Samboang berbeda dengan objek wisata pantai lainnya. Di tempat ini pula terdapat pulau kecil yang telah dihubungkan dengan titian sepanjang 20 meter. Bagi wisatawan yang gemar memancing di tempat inilah dapat menyalurkan hobby.

Selain pantai Tanjung Bira, pantai Samboang adalah salah satu obyek wisata Bulukumba yang tidak kalah menariknya. Pantai ini berada di Kecamatan Bontotiro tepatnya bagian selatan pesisir pantai Bulukumba. Dengan pasir putih dan air lautnya yang jernih, pengunjung juga dapat menikmati rindang pohon kelapa yang berjejer di pinggir pantai.

Untuk menuju Ke tempat tersebut anda bisa menggunakan kendaraan bermotor dengan lama perjalanan kurang lebih lima setengah jam dari  pusat kota makassar. Lebih jelasnya, saya akan mendeskripsikan perjalanan dari Kota Makassar sampai tempat tersebut. Perjalanan dimulai dari Bandara Sultan Hasanuddin, kemudian menuju Terminal Mallengkeri Makassar yang bisa dituju dengan beberapa pilihan, yaitu denga naik taksi, Ojek, atau naik angkot juga bisa, soal harga anda sebaiknya tawar menawar saja dengan pengemudinya.

Selanjutnya untuk menuju ke Kota Bulukumba dapat ditempuh dengan menggunakan angkutan umum berupa mobil Kijang, Panther atau Innova dengan tarif sebesar Rp.35.000. Namun terkadang ada Sopir yang meminta bayaran Rp.40.000, jadi sebaiknya anda menanyakan harga terlebih dahulu. anda juga bisa menyema mobil tersebut sampai lokasi pantai dengan harga Rp.500.000.
Selanjutnya,  dari Kota Bulukumba ke pantai samboang dapat ditempuh dengan menggunakan mobil  pete-pete (mikrolet) dengan tarif berkisar antara Rp.8.000 sampai – Rp.10.000.Namun karena angkutan ke tempat tersebut sangat sedikit, jadi sebaiknya anda menyewa angkot saja dari terminal bulukumba sampai lokasi tersebut.
Pantai ini baru diresmikan sebagai tujuan wisata bulukumba yang baru, sehingga fasilitas yang tersedia masih sangat terbatas. Menurut Bupati Zainuddin Hasan sesaat setelah meresmikan tempat tersebut, hari libur tahun baru 2011 sengaja dipusatkan di pantai Samboang untuk memperkenalkan panorama pantai tersebut, ke depan Zainuddin akan memoles Samboang yang masih alami ini menjadi kawasan wisata yang indah dan menarik, dengan melakukan kerjasama dengan investor. Sejumlah villa sudah terbangun menghadap laut lepas, sehingga wisatawan dapat menginap dan menikmati alam Samboang. Kadis Pariwisata Andi Bahagia mengungkapkan bahwa wisata di Samboang akan menjadi kalender tahunan melalui berbagai event wisata. Beberapa hal yang masih perlu dibenahi sehingga pantai Samboang menjadi kawasan wisata andalan seperti infrastruktur jalan dan penataan lokasi pantai.

Tanah adat tiada duanya

Suku Kajang Le'leng

 

Suku Kajang adalah salah satu suku yang tinggal di pedalaman Makassar, Sulawesi Selatan. Secara turun temurun, mereka tinggal di Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba. Bagi mereka, daerah itu dianggap sebagai tanah warisan leluhur dan mereka menyebutnya, Tana Toa.

Di Tana Toa, suku Kajang terbagi menjadi dua kelompok, Kajang Dalam dan Kajang Luar. Suku Kajang Luar hidup dan menetap di tujuh desa di Bulukumba. Sementara suku Kajang Dalam tinggal hanya di dusun Benteng. Di dusun Benteng inilah, masyarakat Kajang Dalam dan Luar melaksanakan segala aktifitasnya yang masih terkait dengan adat istiadat.



Meskipun suku Kajang terbagi menjadi dua kelompok, tidak ada perbedaan diantara keduanya. Sejak dulu hingga kini, mereka selalu berpegang teguh pada ajaran leluhur.
Berdasarkan ajaran leluhur, masyarakat Suku Kajang harus selalu menjaga keseimbangan hidup dengan alam dan para leluhur.

Tokoh Adat Suku Kajang, Mansyur Embas menuturkan bahwa , masyarakat Suku Kajang di Tana Toa selalu hidup dalam kesederhanaan. Di dalam setiap rumah warga Kajang, tidak ada satupun perabotan rumah tangga. Tidak ada kursi ataupun kasur. Mereka juga tidak menggunakan satupun peralatan elektronik, seperti Radio dan televisi. Mereka menganggap, modernitas dapat menjauhkan suku Kajang dengan alam dan para leluhur.

"Di dalam tidak ada kursi. Tidak ada kasur. Tidak ada kemoderan yang bisa kita liat. Tidak ada lambang yang sifatnya elektronik dan segala macamnya. Tidak ada elektronik, seperti radio dan televisi. Ini mengapa? Demi untuk menjaga kelestarian lingkungan dengan alam lingkungan untuk tetap terjalin. Terjalin hubungan komunikasi batin dengan paar leluhur, para pendahulu. Yang paling utama hubungan dengan Tuhan."

Meskipun suku Kajang terbagi menjadi dua kelompok, tidak ada perbedaan diantara keduanya. Sejak dulu hingga kini, mereka selalu berpegang teguh pada ajaran leluhur.
Berdasarkan ajaran leluhur, masyarakat Suku Kajang harus selalu menjaga keseimbangan hidup dengan alam dan para leluhur.



Tokoh Adat Suku Kajang, Mansyur Embas menuturkan bahwa , masyarakat Suku Kajang di Tana Toa selalu hidup dalam kesederhanaan. Di dalam setiap rumah warga Kajang, tidak ada satupun perabotan rumah tangga. Tidak ada kursi ataupun kasur. Mereka juga tidak menggunakan satupun peralatan elektronik, seperti Radio dan televisi. Mereka menganggap, modernitas dapat menjauhkan suku Kajang dengan alam dan para leluhur.

Bagi masyarakat Kajang, modernitas juga dianggap sebagai pengaruh yang dapat menyimpang dari aturan adat dan ajaran leluhur. Mereka tidak mudah untuk menerima budaya dari luar daerah. Mansyur Embas, tokoh adat Suku Kajang menceritakan dulu, di Tana Toa tidak ada satupun tempat pendidikan formal. Tidak ada satupun warga suku Kajang yang mau untuk menuntut ilmu secara formal. Namun seiring dengan pemikiran warga Suku Kajang yang semakin maju, semuanya telah berubah sedikit demi sedikit. berikut penuturan dari Mansyur Embas.

"Ini dikarenakan dianggapnya mereka ini tabu untuk melakukan hubungan dengan dunia luar bagi perempuan adat di dalam kawasan hidup Amatoa itu. Mungkin ada beberapa unsur pengaruh negatif. Keluar, pengawasan sudah kurang. Pengawasan keluarga sudah jarang. Ketiga, mungkin karena pengaruh pergaulan yang mereka sama sekali di awal kehidupannya belum pernah melihat tata cara seperti itu, mereka langsung bisa terjerumus. Inilah yang mereka jaga. Tapi, kalau sekarang ini sudah sedikit agak terbuka. Di dalam sudah ada sekolah lanjutan tingkat atas. Mereka sudah mulai terbuka karena itu. Artinya keterbukaan ini sudah menyadarkan mereka juga sudah menyadari ketertinggalan pendidikan. Malah sudah ada asli wanita dalam itu sudah jadi Polwan."


Kesederhanaan Suku Kajang juga dapat Anda lihat dari bentuk rumah Kajan. Di Tana Toa, semua rumah warga dibangun dari bahan yang sama . Bangunan rumahnya terbuat dari kayu. Sementara atapnya terbuat dari ijuk. Tidak hanya bahan, bentuk rumahnya juga sama. Konon, konsep ini tidak hanya menunjukkan kesederhanaan. Mereka juga menganggapnya sebagai simbol keseragaman. Mereka percaya, jika ada keseragaman tidak akan ada rasa iri diantara masyarakat Suku Kajang.

Meskipun kini masyarakat Kajang sedikit terbuka terhadap pengaruh budaya dari luar, hukum adat dan ajaran para leluhur tetap mereka pegang teguh. Setiap pendatang yang ingin berkunjung ke Tana Toa tetap harus mematuhi semua aturan adat yang berlaku. Untuk masuk ke wilayah Tana Toa, Anda tidak boleh menggunakan sarana transportasi modern. Di area Tana Toa, Anda diharuskan untuk berjalan kaki. Sebagai alternatif, Anda hanya boleh menunggang kuda untuk mengelilingi Tana Toa.

Keseragaman dan kesederhanaan tidak hanya terlihat dari bentuk rumahnya. Setiap hari, suku Kajang juga mengenakan pakaian yang warnanya sama. Mereka selalu mengenakan pakaian bewarna hitam. Bagi mereka, hitam melambangkan kesederhanaan dan kesamaan antar sesama masyarakat Kajang. Oleh masyarakat Kajang, warna hitam juga dijadikan simbol agar mereka selalu ingat akan dunia akhir atau kematian. Untuk menghadapi kematian, setiap masyarakat Kajang harus mempersiapkan diri sebaik mungkin sejak mereka dilahirkan. Mereka harus selalu berbuat baik, menjaga alam, patuh terhadap perintah Tuhan Yang Maha Esa dan ajaran leluhur.

Dalam membuat sebuah rumah, masyarakat Kajang harus mematuhi beberapa aturan adat yang berlaku. Salah satunya, mereka hanya boleh membangun rumah dari kayu. Rumah tidak boleh dari batu bata ataupun tanah. Bagi mereka, hanya orang matilah yang diapit tanah. Sementara rumah untuk tempat orang hidup. Jika rumah dari batu bata ataupun tanah, meskipun penghuni rumah itu masih hidup, mereka akan dianggap mati oleh seluruh masyarakat Kajang.

Bagi masyarakat Kajang, ajaran para leluhur memiliki arti penting. Begitu pentingnya, mereka selalu menjalankan berbagai aktifitas kehidupan berdasarkan tradisi leluhur. Aturan adat dari Sang Leluhur juga selalu mengikat setiap kegiatan mereka.